Sejarah masuknya Islam di Indonesia melalui babak – babak yang penting:
1. Babak pertama, abad 7 masehi (abad 1 hijriah).
Pada
abad 7 masehi, Islam sudah sampai ke Nusantara. Para Dai yang datang ke
Indonesia berasal dari jazirah Arab yang sudah beradaptasi dengan
bangsa India yakni bangsa Gujarat dan ada juga yang telah beradaptasi
dengan bangsa Cina, dari berbagai arah yakni dari jalur sutera (jalur
perdagangan) dakwah mulai merambah di pesisir-pesisir Nusantara.
Sejak awal Islam tidak pernah membeda-bedakan fungsi seseorang untuk berperan sebagai dai (juru dakwah). Kewajiban berdakwah dalam Islam bukan hanya kasta (golongan) tertentu saja tetapi bagi setiap masyarakat dalam Islam. Sedangkan di agama lain hanya golongan tertentu yang mempunyai otoritas menyebarkan agama, yaitu pendeta. Sesuai ungkapan Imam Syahid Hasan Al-Bana “ Nahnu du’at qabla kulla syai“ artinya kami adalah dai sebelum profesi-profesi lainnya.
Sejak awal Islam tidak pernah membeda-bedakan fungsi seseorang untuk berperan sebagai dai (juru dakwah). Kewajiban berdakwah dalam Islam bukan hanya kasta (golongan) tertentu saja tetapi bagi setiap masyarakat dalam Islam. Sedangkan di agama lain hanya golongan tertentu yang mempunyai otoritas menyebarkan agama, yaitu pendeta. Sesuai ungkapan Imam Syahid Hasan Al-Bana “ Nahnu du’at qabla kulla syai“ artinya kami adalah dai sebelum profesi-profesi lainnya.
Sampainya
dakwah di Indonesia melalui para pelaut-pelaut atau pedagang-pedagang
sambil membawa dagangannya juga membawa akhlak Islami sekaligus
memperkenalkan nilai-nilai yang Islami. Masyarakat ketika berbenalan
dengan Islam terbuka pikirannya, dimuliakan sebagai manusia dan ini
yang membedakan masuknya agama lain sesudah maupun sebelum datangnya
Islam. Sebagai contoh masuknya agama Kristen ke Indonesia ini
berbarengan dengan Gold (emas atau kekayaan) dan glory (kejayaan atau
kekuasaan) selain Gospel yang merupakan motif penyebaran agama
berbarengan dengan penjajahan dan kekuasaan. Sedangkan Islam dengan
cara yang damai.
Begitulah Islam pertama-tama disebarkan di
Nusantara, dari komunitas-komunitas muslim yang berada di daerah-daerah
pesisir berkembang menjadi kota-kota pelabuhan dan perdagangan dan
terus berkembang sampai akhirnya menjadi kerajaan-kerajaan Islam dari
mulai Aceh sampai Ternata dan Tidore yang merupakan pusat kerajaan
Indonesia bagian Timur yang wilayahnya sampai ke Irian jaya.
2. Babak kedua, abad 13 masehi.
Di
abad 13 Masehi berdirilah kerajaan-kerajaan Islam diberbagai penjuru di
Nusantara. Yang merupakan moment kebangkitan kekuatan politik umat
khususnya didaerah Jawa ketika kerajaan Majapahit berangsur-angsur
turun kewibawaannya karena konflik internal. Hal ini dimanfaatkan oleh
Sunan Kalijaga yang membina di wilayah tersebut bersama Raden Fatah
yang merupaka keturunan raja-raja Majapahit untuk mendirikan kerajaan
Islam pertama di pulau Jawa yaitu kerajaan Demak. Bersamaan dengan itu
mulai bermunculan pula kerajaan-kerajaan Islam yang lainnya, walaupun
masih bersifat lokal.
Pada abad 13 Masehi ada fenoma yang disebut
dengan Wali Songo yaitu ulama-ulama yang menyebarkan dakwah di
Indonesia. Wali Songo mengembangkan dakwah atau melakukan proses
Islamisasinya melalui saluran-saluran:
- a) Perdagangan
- b) Pernikahan
- c) Pendidikan (pesantren)
Pesantren
merupakan lembaga pendidikan yang asli dari akar budaya indonesia, dan
juga adopsi dan adaptasi hasanah kebudayaan pra Islam yang tidak keluar
dari nilai-nilai Islam yang dapat dimanfaatkan dalam penyebaran Islam.
Ini membuktikan Islam sangat menghargai budaya setempat selama tidak
bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
- d) Seni dan budaya
Saat
itu media tontonan yang sangat terkenal pada masyarakat jawa kkhususnya
yaitu wayang. Wali Songo menggunakan wayang sebagai media dakwah dengan
sebelumnya mewarnai wayang tersebut dengan nilai-nilai Islam. Yang
menjadi ciri pengaruh Islam dalam pewayangan diajarkannya
egaliterialisme yaitu kesamaan derajat manusia di hadapan Allah dengan
dimasukannya tokoh-tokoh punakawam seperti Semar, Gareng, Petruk, dan
Bagong.
Para Wali juga menggubah lagu-lagu tradisional (daerah) dalam langgam Islami, ini berarti nasyid sudah ada di Indonesia ini sejak jaman para wali. Dalam upacara-upacara adat juga diberikan nilai-nilai Islam.
Para Wali juga menggubah lagu-lagu tradisional (daerah) dalam langgam Islami, ini berarti nasyid sudah ada di Indonesia ini sejak jaman para wali. Dalam upacara-upacara adat juga diberikan nilai-nilai Islam.
- e) Tasawwuf
Kenyatan sejarah bahwa ada tarikat-tarikat di Indonesia yang menjadi jaringan penyebaran agama Islam.
3. Babak ketiga, masa penjajahan Belanda.
Pada
abad 17 masehi tepatnya tahun 1601 datanglah kerajaan Hindia Belanda
kedaerah Nusantara yang awalnya hanya berdagang tetapi akhirnya
menjajah. Belanda datang ke Indonesia dengan kamar dagangnya yakni VOC,
semejak itu hampir seluruh wilayah nusantara dijajah oleh Hindia
Belanda kecuali Aceh. Saat itu antar kerajaan-kerajaan Islam di
nusantara belum sempat membentuk aliansi atau kerja sama. Hal ini yang
menyebabkan proses penyebaran dakwah terpotong.
Dengan
sumuliayatul (kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan antara
aspek-aspek kehidupan tertentu dengan yang lainnya, ini telah
diterapkan oleh para Ulama saat itu. Ketika penjajahan datang, mengubah
pesantren-pesantren menjadi markas-markas perjuangan, santri-santri
(peserta didik pesantren) menjadi jundullah (pasukan Allah) yang siap
melawan penjajah sedangkan ulamanya menjadi panglima perangnya. Hampir
seluruh wilayah di Indonesia yang melakukan perlawanan terhadap
penjajah adalah kaum muslimin beserta ulamanya.
Potensi-potensi
tumbuh dan berkembang di abad 13 menjadi kekuatan perlawanan terhadap
penjajah. Ini dapat dibuktikan dengan adanya hikayat-hikayat pada masa
kerajaan-kerajaan Islam yang syair-syairnya berisikan perjuangan.
Ulama-ulama menggelorakan Jihad melawan kaum kafir yaitu penjajah
Belanda. Belanda mengalami kewalahan yang akhirnya menggunakan
strategi-strategi:
- Politik devide et impera, yang pada kenyataannya memecah-belah atau mengadu domba antara kekuatan Ulama dengan adat contohnya perang Padri di Sumatera Barat dan perang Diponegoro di Jawa.
- Mendatangkan Prof. Dr. Snouk Cristian Hourgonye alias Abdul Gafar seorang Guru Besar keIndonesiaan di Universitas Hindia Belanda juga seorang orientalis yang pernah mempelajari Islam di Mekkah, dia berpendapat agar pemerintahan Belanda membiarkan umat Islam hanya melakukan ibadah mahdhoh (khusus) dan dilarang berbicara atau sampai melakukan politik praktis. Gagasan tersebut dijalani oleh pemerintahan Belanda dan salah satunya adalah pembatasan terhadap kaum muslimin yang akan melakukan ibadah Haji karena pada saat itulah terjadi pematangan pejuangan terhadap penjajahan.
4. Babak keempat, abad 20 masehi
Awal
abad 20 masehi, penjajah Belanda mulai melakukan politik etik atau
politik balas budi yang sebenarnya adalah hanya membuat lapisan
masyarakat yang dapat membantu mereka dalam pemerintahannya di
Indonesia. Politik balas budi memberikan pendidikan dan pekerjaan
kepada bangsa Indonesia khususnya umat Islam tetapi sebenarnya
tujuannya untuk mensosialkan ilmu-ilmu barat yang jauh dari Al-Qur’an
dan hadist dan akan dijadikannya boneka-boneka penjajah. Selain itu
juga mempersiapkan untuk lapisan birokrasi yang tidak mungkin pegang
oleh lagi oleh orang-orang Belanda. Yang mendapat pendidikanpun tidak
seluruh masyarakat melainkan hanya golongan Priyayi (bangsawan), karena
itu yang pemimpin-¬pemimpin pergerakan adalah berasalkan dari golongan
bangsawan.
Strategi perlawanan terhadap penjajah pada masa ini
lebih kepada bersifat organisasi formal daripada dengan senjata.
Berdirilah organisasi Serikat Islam merupakan organisasi pergerakan
nasional yang pertama di Indonesia pada tahun 1905 yang mempunyai
anggota dari kaum rakyat jelata sampai priyayi dan meliputi wilayah
yang luas. Tahun 1908 berdirilah Budi Utomo yang bersifat masih
bersifat kedaerahan yaitu Jawa, karena itu Serikat Islam dapat disebut
organisasi pergerakan Nasional pertama daripada Budi Utomo.
Tokoh
Serikat Islam yang terkenal yaitu HOS Tjokroaminoto yang memimpin
organisasi tersebut pada usia 25 tahun, seorang kaum priyayi yang
karena memegang teguh Islam maka diusir sehingga hanya menjadi rakyat
biasa. Ia bekerja sebagai buruh pabrik gula. Ia adalah seorang
inspirator utama bagi pergerakan Nasional di Indonesia. Serikat Islam
di bawah pimpinannya menjadi suatu kekuatan yang diperhitungkan
Belanda. Tokoh-tokoh Serikat Islam lainnya ialah H. Agus Salim dan
Abdul Muis, yang membina para pemuda yang tergabung dalam Young
Islamitend Bound yang bersifat nasional, yang berkembang sampai pada
sumpah pemuda tahun 1928.
Dakwah Islam di Indonesia terus
berkembang dalam institusi-institusi seperti lahirnya Nadhatul Ulama,
Muhammadiyah, Persis, dan lain-lain. Lembaga-lembaga ke-Islaman
tersebut tergabung dalam MIAI (Majelis Islam ‘Ala Indonesia) yang
kemudian berubah namanya menjadi MASYUMI (Majelis Syura Muslimin
Indonesia) yang anggotanya adalah para pimpinan institusi-institusi
ke-Islaman tersebut.
Di masa pendudukan Jepang, dilakukan
strategi untuk memecah-belah kesatuan kekuatan umat oleh pemerintahan
Jepang dengan membentuk kementrian Sumubu (Departemen Agama). Jepang
meneruskan strategi yang dilakukan Belanda terhadap umat Islam. Ada
seorang Jepang yang faham dengan Islam yaitu Kolonel Huri, ia memotong
koordinasi ulama-ulama di pusat dengan di daerah, sehingga ulama-ulama
di desa yang kurang informasi dan akibatnya membuat umat dapat
terbodohi.
Pemerintahan pendudukan Jepang memberikan fasilitas
untuk kemerdekaan Indonesia dengan membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan dilanjuti dengan PPKI
(Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan lebih mengerucut lagi
menjadi Panitia Sembilan, Panitia ini yang merumuskan Piagam Jakarta
tanggal 22 Juni 1945. Piagram Jakarta merupakan konsensus tertinggi
untuk menggambarkan adanya keragaman Bangsa Indonesia yang mencari
suatu rumusan untuk hidup bersama. Tetapi ada kalimat yang kontroversi
dalam piagam ini yaitu penghapusan “7 kata “ lengkapnya kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya yang terletak
pada alinea keempat setelah kalimat Negara berdasarkan kepada Ketuhan
Yang Maha Esa.
5. Babak kelima, abad 20 & 21.
Pada
babak ini proses dakwah (Islamisasi) di Indonesia mempunyai ciri
terjadinya globalisasi informasi dengan pengaruh-pengaruh gerakan Islam
internasional secara efektif yang akan membangun kekuatan Islam lebih
utuh yang meliputi segala dimensinya. Sebenarnya kalau saja Indonesia
tidak terjajah maka proses Islamisasi di Indonesia akan berlangsung
dengan damai karena bersifat kultural dan membangun kekuatan secara
struktural. Hal ini karena awalnya masuknya Islam yang secara
manusiawi, dapat membangun martabat masyarakat yang sebagian besar kaum
sudra (kelompok struktur masyarakat terendah pada masa kerajaan) dan
membangun ekonomi masyarakat. Sejarah membuktikan bahwa kota-kota
pelabuhan (pusat perdagangan) yang merupakan kota-kota yang
perekonomiannya berkembang baik adalah kota-kota muslim. Dengan kata
lain Islam di Indonesia bila tidak terjadi penjajahan akan merupakan
wilayah Islam yang terbesar dan terkuat. Walaupun demikian Allah
mentakdirkan di Indonesia merupakan jumlah peduduk muslim terbesar di
dunia, tetapi masih menjadi tanda tanya besar apakah kualitasnya
sebanding dengan kuantitasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar